Minggu, 07 Agustus 2016

PENGGUNAAN BALANCE SCORECARD DALAM EVALUASI KEPEMIMPINAN

Perspektif Balanced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya, BSC menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan. Kaplan dan Norton merangkum rasional untuk BSC sebagai berikut. BSC tetap mempertahankan pengukuran keuangan tradisional. Tetapi pengukuran keuangan menceritakan kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup untuk era industri untuk kemampuan investasi jangka panjang dan relationship pelanggan tidak secara kritis untuk keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak layak, bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang mana perusahaan pada era informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui investasi dalam pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi
A.                 Pengertian Balance Scorecard
Anonim (2005) mendefinisikan BSC sebagai sistem manajemen strategi dan pengukuran yang menghubungakan  sasaran strategis kepada indikator yang komprehensif. Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced (berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta berimbang (balanced) artinya kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif).
Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. BSC menyarankan bahwa kita melihat suatu kinerja organisasi dari empat perspektif berikut:
(1) The Learning and Growth Perspective,
(2) The Business Process Perspective,
(3) The Customer Perspective, dan
(4) The Financial Perspective
Yang digunakan sebagai landasan dalam  menyusun rencana strategis untuk peningkatan mutu pendididkan dimasa sekarang dan mendatang.

B.                 Komponen Perspektif Balance Scorecard
Scorecard harus menjelaskan strategi perusahaan, dimulai dengan tujuan finansial jangka panjang, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai urutan tindakan yang harus diambil berkenaan dengan proses finansial, pelanggan, proses internal dan para pekerja serta sistem untuk menghasilkan kinerja ekonomis jangka panjang yang diinginkan perusahaan.
1.             Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan masih tetap dipertahankan karena ukuran keuangan masih tetap penting dalam menentukan keberhasilan kinerja organisasi. Selanjutnya, disebut Scorecard karena prestasi lembaga pendidikan perlu selalu dicatat. Skor atau peringkat prestasi yang telah dicapai oleh sebuah perguruan tinggi perlu dan selalu dicatat. Disebut Balanced karena memang ada beberapa keseimbangan dalam pengukuran, yaitu:
a.    Keseimbangan antara perspektif keuangan dan perspektif nonkeuangan.
b.    Keseimbangan antara hasil kinerja dari dalam (para pimpinan internal lembaga) dan hasil kinerja pihak luar (stakeholder).
c.        Keseimbangan antara kemampuan serta kinerja pada masa lalu dan potensi kemampuan serta kinerja pada masa mendatang.
d.    Keseimbangan antara hasil kinerja objektif lembaga pendidikan dan hasil kinerja subjektif (potensi atau pendorong kinerja).
Sarana dalam suatu sistem manajemen stratejik di mana penerapan Balanced Scorecard dapat digunakan karena:
a.    Menjelaskan dan menerjemahkan visi dan strategi di seluruh organisasi.
b.    Mengomunikasikan dan menghubungkan tujuan strategi dan ukuran kinerja.
c.      Merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan inisiatif strategi.
d.    Melancarkan umpan balik dan penyempurnaan strategi.
Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, yakni:
1) menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan
2) menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya.
Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
a.    Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
b.    Sustain Stage (Bertahan).
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.

c.    Harvest (Panen).
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
2.             Perspektif Pelanggan
Lembaga pendidikan pada umumnya adalah lembaga non profit. Umumnya memiliki misi melayani golongan masyarakat tertentu dengan jasa pelayanan tertentu. Pendorong dan motivasi utamanya adalah pencapaian kebutuhan pelanggan. Pelanggan dari lembaga pendidikan dapat diklasifikasi menjadi 2 bagian, yaitu internal stakeholder dan eksternal stakeholder. Peserta didik adalah pelanggan internal dari lembaga pendidikan, tetapi masyarakat adalah pelanggan eksternal. Jika kita mengukur hasil kinerja dari dimensi pelanggan, maka kita mendefinisikan konsep pelanggan ke dalam 4 sarana sistem manajemen yang telah disajikan di atas. Paul R. Niven menyajikan balanced scorecard untuk organisasi nonprofit melalui skema berikut. Dalam perspektif ini perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif pelanggan. Kelompok ukuran pertama merupakan ukuran generik yang digunakan oleh hampir semua perusahaan. Kelompok ini meliputi: 1) pangsa pasar, 2) akuisisi pelanggan, 3) kepuasan pelanggan, dan 4) profitabilitas pelanggan. Kelompok ukuran kedua merupakan faktor pendorong kinerja – pembeda (differentiator) – hasil pelanggan. Semua ukuran ini memberi jawaban atas pertanyaan apa yang harus diberikan perusahaan kepada pelanggan agar tingkat kepuasan, retensi, akuisisi, dan pangsa pasar yang tinggi dapat tercapai.
3.             Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif internal-business-process, manajer mengenali proses-proses kritis pada yang mana mereka harus unggul jika mereka akan mencapai tujuan-tujuan dari shareholder dan segmen pelanggan yang menjadi target. Sistem pengukuran performans konvensional fokus hanya pada monitoring dan peningkatan biaya, mutu, dan waktu yang didasarkan pada proses bisnis yang ada. Secara jelas, pendekatan dari BSC memungkinkan permintaan untuk performans proses internal untuk menurunkan harapan-haran khusus dari pihak eksternal perusahaan.
4.             Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan yang ambisius dalam ketiga perspektif lainnya dapat terwujud. Kategori-kategori yang terdapat dalam perspektif ini teridiri atas kemampuan karyawan; kemampuan sistem informasi; dan motivasi, pemberdayaan, serta kesesuaian dengan standard kinerja. Ukuran intinya adalah produktivitas karyawan, yang diukur dari: jumlah output tiap karyawan, tingkat kepuasan karyawan, tinggi rendahnya pengakuan terhadap prestasi karyawan, tingkat keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, kemudahan akses karyawan terhadap informasi yang menunjang pekerjaannya, dan tingkat retensi atau penolakan karyawan, yang diukur dari jumlah perputaran (turn over) staf atau karyawan potensial.

C.                 Kegunaan Balance Scordcard
BSC menjadi populer di kalangan praktisi dan akademisi di bidang pengukuran hasil dan penuntasan masalah strategi. Pandey (2005) menjelaskan berbagai alasan mengapa BSC digunakan dalam organisasi.
1.             BSC adalah alat komprehensif untuk memahami pelanggan dan kebutuhannya, dan kesenjangan kinerja.
2.             BSC menyiapkan logika untuk menciptakan modal  intangible dan inlektual dimana dengan pengukuran tradisional dalam sistem kinerja sulit dilakukan.
3.             BSC mampu mengartikulasi strategi pertumbuhan menjadi keandalan bisnis yang fokus kepada upaya-upaya non finansial.
4.             BSC memampukan karyawan memahami strategi dan kaitan sasaran ke dalam operasi perusahaan  hari ke hari.
5.             BSC  memfasilitasi umpan balik  riveau kinerja  dari  waktu ke waktu.
D.                 Keunggulan Balance Scorecard
Keunggulan Balanced Scorecard Menurut Chow et al., keunggulan Balanced Scorecard adalah:
1.             Balanced Scorecard puts strategy, structure, and vision at the center of management’s focus.
2.              Balanced Scorecard emphasizes an integrated combination of traditional and nontradisional performance measure.
3.             Balanced Scorecard keeps management focused on the entire business process and helps ensure that actual current operating performance is in the line with long term strategy and customer values.
Sedangkan menurut Mulyadi, Balanced Scorecard memiliki keunggulan sebagai berikut:
1.             Komprehensif;
Mencakup perspektif yang komprehensif: keuangan,pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran /pertumbuhan
2.             Koheren;
Membangun hubungan sebab-akibat diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis
3.             Seimbang;
Keseimbangan sasaran strategis yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategis penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.
4.             Terukur.
Semua sasaran strategis ditentukan ukurannya baik untuk sasaran strategis perspektif keuangan maupun perspektif non keuangan.

E.                  Indikator Pengukuran 4 Dimensi Pengukuran Kinerja
Indikator pengukuran dalam Balanced Scorecard untuk masing-masing dimensi pengukuran, disajikan sebagai berikut:
1.              Ukuran Dimensi Keuangan:
a)        Kinerja operasi;
b)        Status keuangan;
c)          Nilai perusahaan
2.              Ukuran dimensi Pelanggan:
a)        Pangsa pasar;
b)        Retensi pelanggan;
c)         Pelanggan baru;
d)        Kepuasan pelanggan;
e)        Keuntungan pelanggan.
3.              Ukuran Dimensi Proses Internal:
a)        Biaya;
b)        Efisiensi;
c)         Kecepatan;
d)        Produktivitas;
e)        Penggunaan teknologi komunikasi;
f)              Mutu
4.              Ukuran Dimensi pertumbuhan dan Pembelajaran:
a)        Tingkat kemampuan;
b)        Motivasi kerja;
c)         Manajemen pengetahuan;
d)        Teknologi informasi;
e)         Tingkat kepuasan

F.       Prinsip Penerapan Balance Scorcard
Selanjutnya dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan dipegangnya lima prinsip utama berikut:
(1)       Menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang dapat memahami
(2)       Menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk memberikan arah dari eksekutif kepada staf garis depan
(3)       membuat strategi merupakan pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi setiap orang dalam implementasi strategis
(4)       Membuat strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi organisasi dan
(5)       Melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.

G.     Penerapan Balance Scorecard di Institusi Pendidikan
Implementasi BSC dalam Pengelolaan Perguruan Tinggi Dilihat dari Aspek Pembiayaan Pendidikan PTS dapat dipandang sebagai suatu unit bisnis strategis (Strategic Busines Unit-SBU). Sebagai suatu SBU, kinerja PTS seringkali dilihat dari ratio keuangan yang sering hanya memberi perspektif hasil usaha saat ini. Ratio ini hanya memberi fokus pada pencapaian hasil keuangan jangka pendek. Untuk pengkajian tentang hal ini diadopsi suatu cara pengukuran kinerja majemen dari Balanced Scorecard (BSC), yang penulis terjemahkan menjadi Pengukuran Keseimbangan Kinerja (PKK). Alat ukur ini merupakan metoda penilaian kinerja unit usaha yang melengkapi ukuran kinerja keuangan masa lampau dengan pemacu kinerja unit usaha di masa depan. Dengan demikian, kinerja keuangan bukan menjadi satu-satunya alat ukur.

Di dalamnya terdapat berbagai macam perspektif non-keuangan seperti kualitas dan kapabiltas sumberdaya manusia, produktivitas proses penyelenggaraan, dan kepuasan atas pelayanan manajemen, yang harus dikembangkan secara seimbang. Keseimbangan kinerja yang dimaksudkan adalah keseimbangan diantara empat perspektif yang dikemukakan di atas. Kinerja lebih terpusat ke orang, bila dalam penyelenggaraan pendidikan lebih memberikan penekanan secara strategis kepada layanan sumberdaya manusia, seperti program penambahan kuantitas dan kualitasnya, dan peningkatan komitmen dan dedikasi melalui peningkatan kesejahteraan; dan peningkatan kualitas layanan kepada mahasiswa, seperti dengan pemberian subsidi.
Dengan penekanan ke orang ini, secara otomatis akan terabaikannya manajemen terhadap proses karena sumberdaya yang dimiliki lebih terserap oleh layanan kepada sumberdaya manusia dan mahasiswa. Demikian pula sebaliknya, bila kinerja proses lebih banyak mendapat penekanan, seperti dilakukakannya efisiensi sumberdaya dan peningkatan financial return akan berakibat terabaikannya layanan kepada sumberdaya manusia, seperti penurunan kesejahteraan, dan layanan kepada mahasiswa, seperti meningkatnya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Kinerja lebih terpusat ke internal manajemen, seperti lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi sumberdaya, dan peningkatan layanan kepada sumberdaya manusia, seperti peningkatan kesejahteraan akan berakibat terabaikannya kinerja layanan kepada mahasiswa dan kinerrja kuangan.
Demikian pula sebaliknya, bila kinerja terlalu diorientasikan kepada eksternal manajemen, seperti pemompaan kinerja keuangan dan peningkatan layanan kepada mahasiswa akan mengakibatkan faktor inernal manajemen terbaikan. Berdasarkan hal tersebut di atas, yang menjadi alasan kenapa dilakukan pengadopsian BSC menjadi PKK adalah sebagai berikut: 1. BSC tidak hanya memfokuskan pada ukuran keuangan semata, tapi juga memperhatikan sejumlah ukuran yang terintegrasi mulai dari kualitas dan kapabilitas sumber daya manusia; kualitas proses penyelenggaraan pendidikan, kepuasan layanan untuk pencapaian kinerja keuangan dalam jangka panjang; dan 2. BSC memberi gambaran operasi secara menyeluruh, sehingga perbaikan di satu aspek tidak merugikan aspek lainnya. Dengan kata lain, BSC bukan merupakan sekumpulan ukuran finansial dan non-finansial saja melainkan terkait pula dengan peningkatan mutu sumber daya manusia, proses penyelenggeraan, dan kepuasan atas pelayanan yang secara keseluruhan harus berdampak pada peningkatan kinerja keuangan.