PENGGUNAAN BALANCE SCORECARD
DALAM EVALUASI KEPEMIMPINAN
Perspektif Balanced Scorecard (BSC)
merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun
1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton
(Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan dan
ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya, BSC
menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah perusahaan harus
mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan. Kaplan dan Norton
merangkum rasional untuk BSC sebagai berikut. BSC tetap mempertahankan
pengukuran keuangan tradisional. Tetapi pengukuran keuangan menceritakan
kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup untuk era industri untuk kemampuan
investasi jangka panjang dan relationship pelanggan tidak secara kritis untuk
keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak layak, bagaimanapun juga, untuk
memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang mana perusahaan pada era
informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui investasi dalam
pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi
A.
Pengertian Balance Scorecard
Anonim
(2005) mendefinisikan BSC sebagai sistem manajemen strategi dan pengukuran yang
menghubungakan sasaran strategis kepada indikator
yang komprehensif. Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu
nilai (scorecard) dan balanced (berimbang). Maksudnya adalah
kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja
yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta berimbang
(balanced) artinya kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek:
keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan
ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor
yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan
keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja
jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan
kinerja eksternal (fokus komprehensif).
Balanced scorecard merupakan
suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat
perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan.
Dari keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard
menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. BSC menyarankan bahwa kita
melihat suatu kinerja organisasi dari empat perspektif berikut:
(1)
The Learning and Growth Perspective,
(2)
The Business Process Perspective,
(3)
The Customer Perspective, dan
(4)
The Financial Perspective
Yang
digunakan sebagai landasan dalam menyusun rencana strategis untuk peningkatan
mutu pendididkan dimasa sekarang dan mendatang.
B.
Komponen Perspektif Balance Scorecard
Scorecard harus
menjelaskan
strategi perusahaan, dimulai dengan tujuan finansial jangka panjang, dan
kemudian mengaitkannya dengan berbagai urutan tindakan yang harus diambil
berkenaan dengan proses finansial, pelanggan, proses internal dan para pekerja
serta sistem untuk menghasilkan kinerja ekonomis jangka panjang yang diinginkan
perusahaan.
1.
Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan masih tetap dipertahankan karena
ukuran keuangan masih tetap penting dalam menentukan keberhasilan kinerja
organisasi. Selanjutnya, disebut Scorecard karena prestasi lembaga
pendidikan perlu selalu dicatat. Skor atau peringkat prestasi yang telah
dicapai oleh sebuah perguruan tinggi perlu dan selalu dicatat. Disebut Balanced
karena memang ada beberapa keseimbangan dalam pengukuran, yaitu:
a.
Keseimbangan antara
perspektif keuangan dan perspektif nonkeuangan.
b.
Keseimbangan antara hasil
kinerja dari dalam (para pimpinan internal lembaga) dan hasil kinerja pihak
luar (stakeholder).
c.
Keseimbangan antara kemampuan serta kinerja
pada masa lalu dan potensi kemampuan serta kinerja pada masa mendatang.
d.
Keseimbangan antara hasil
kinerja objektif lembaga pendidikan dan hasil kinerja subjektif (potensi atau
pendorong kinerja).
Sarana dalam suatu sistem manajemen stratejik di mana penerapan Balanced
Scorecard dapat digunakan karena:
a.
Menjelaskan dan
menerjemahkan visi dan strategi di seluruh organisasi.
b.
Mengomunikasikan dan
menghubungkan tujuan strategi dan ukuran kinerja.
c.
Merencanakan, menetapkan target, dan
menyelaraskan inisiatif strategi.
d.
Melancarkan umpan balik
dan penyempurnaan strategi.
Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, yakni:
1) menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan
2) menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard
lainnya.
Sasaran-sasaran
perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang
oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
a. Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama
dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan
memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki
potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang
manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru,
membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,
mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung
hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash
flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang
ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang
lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis
operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih
terbatas. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan
di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
b. Sustain Stage (Bertahan).
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu
suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan
mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan
berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila
mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan
kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional
secara konsisten. Pada tahap ini
perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran
keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas
investasi yang dilakukan.
c. Harvest (Panen).
Tahap ini merupakan tahap
kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest)
terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh
kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan
eksppansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini
adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk
harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi
dimasa lalu.
2.
Perspektif Pelanggan
Lembaga
pendidikan pada umumnya adalah lembaga non profit. Umumnya memiliki misi
melayani golongan masyarakat tertentu dengan jasa pelayanan tertentu. Pendorong
dan motivasi utamanya adalah pencapaian kebutuhan pelanggan. Pelanggan dari
lembaga pendidikan dapat diklasifikasi menjadi 2 bagian, yaitu internal
stakeholder dan eksternal stakeholder. Peserta didik adalah pelanggan internal
dari lembaga pendidikan, tetapi masyarakat adalah pelanggan eksternal. Jika
kita mengukur hasil kinerja dari dimensi pelanggan, maka kita mendefinisikan
konsep pelanggan ke dalam 4 sarana sistem manajemen yang telah disajikan di
atas. Paul R. Niven menyajikan balanced scorecard untuk organisasi nonprofit
melalui skema berikut. Dalam perspektif ini
perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan
dimasuki. Perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif
pelanggan. Kelompok ukuran pertama merupakan ukuran generik yang digunakan oleh
hampir semua perusahaan. Kelompok ini meliputi: 1) pangsa pasar, 2) akuisisi
pelanggan, 3) kepuasan pelanggan, dan 4) profitabilitas pelanggan. Kelompok
ukuran kedua merupakan faktor pendorong kinerja – pembeda (differentiator)
– hasil pelanggan. Semua ukuran ini memberi jawaban atas pertanyaan apa yang
harus diberikan perusahaan kepada pelanggan agar tingkat kepuasan, retensi,
akuisisi, dan pangsa pasar yang tinggi dapat tercapai.
3.
Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif
internal-business-process, manajer mengenali proses-proses kritis pada yang
mana mereka harus unggul jika mereka akan mencapai tujuan-tujuan dari
shareholder dan segmen pelanggan yang menjadi target. Sistem pengukuran
performans konvensional fokus hanya pada monitoring dan peningkatan biaya,
mutu, dan waktu yang didasarkan pada proses bisnis yang ada. Secara jelas,
pendekatan dari BSC memungkinkan permintaan untuk performans proses internal
untuk menurunkan harapan-haran khusus dari pihak eksternal perusahaan.
4.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif
ini mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan
perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan
proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan
untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan
tujuan yang ambisius dalam ketiga perspektif lainnya dapat terwujud. Kategori-kategori yang terdapat dalam perspektif ini teridiri atas
kemampuan karyawan; kemampuan sistem informasi; dan motivasi, pemberdayaan,
serta kesesuaian dengan standard kinerja. Ukuran intinya adalah produktivitas
karyawan, yang diukur dari: jumlah output tiap karyawan, tingkat kepuasan
karyawan, tinggi rendahnya pengakuan terhadap prestasi karyawan, tingkat
keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, kemudahan akses
karyawan terhadap informasi yang menunjang pekerjaannya, dan tingkat retensi
atau penolakan karyawan, yang diukur dari jumlah perputaran (turn over) staf
atau karyawan potensial.
C.
Kegunaan Balance Scordcard
BSC menjadi populer di kalangan
praktisi dan akademisi di bidang pengukuran hasil dan penuntasan masalah
strategi. Pandey (2005) menjelaskan berbagai alasan mengapa BSC digunakan dalam
organisasi.
1.
BSC adalah alat komprehensif untuk memahami
pelanggan dan kebutuhannya, dan kesenjangan kinerja.
2.
BSC menyiapkan logika untuk menciptakan
modal intangible dan inlektual dimana
dengan pengukuran tradisional dalam sistem kinerja sulit dilakukan.
3.
BSC mampu mengartikulasi strategi pertumbuhan
menjadi keandalan bisnis yang fokus kepada upaya-upaya non finansial.
4.
BSC memampukan karyawan memahami strategi dan
kaitan sasaran ke dalam operasi perusahaan
hari ke hari.
5.
BSC
memfasilitasi umpan balik riveau kinerja dari waktu ke waktu.
D.
Keunggulan Balance
Scorecard
Keunggulan
Balanced Scorecard Menurut Chow et al.,
keunggulan Balanced Scorecard adalah:
1.
Balanced Scorecard puts
strategy, structure, and vision at the center of management’s focus.
2.
Balanced Scorecard emphasizes an integrated
combination of traditional and nontradisional performance measure.
3.
Balanced Scorecard keeps
management focused on the entire business process and helps ensure that actual
current operating performance is in the line with long term strategy and
customer values.
Sedangkan menurut
Mulyadi, Balanced Scorecard memiliki keunggulan sebagai berikut:
1.
Komprehensif;
Mencakup
perspektif yang komprehensif: keuangan,pelanggan, proses bisnis internal, dan
pembelajaran /pertumbuhan
2.
Koheren;
Membangun
hubungan sebab-akibat diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam
perencanaan strategis
3.
Seimbang;
Keseimbangan sasaran strategis yang
dihasilkan oleh sistem perencanaan strategis penting untuk menghasilkan kinerja
keuangan jangka panjang.
4.
Terukur.
Semua sasaran strategis ditentukan
ukurannya baik untuk sasaran strategis perspektif keuangan maupun perspektif
non keuangan.
E.
Indikator
Pengukuran 4 Dimensi Pengukuran Kinerja
Indikator pengukuran
dalam Balanced Scorecard untuk masing-masing dimensi pengukuran,
disajikan sebagai berikut:
1.
Ukuran
Dimensi Keuangan:
a)
Kinerja operasi;
b)
Status keuangan;
c)
Nilai perusahaan
2.
Ukuran
dimensi Pelanggan:
a)
Pangsa pasar;
b)
Retensi pelanggan;
c)
Pelanggan baru;
d)
Kepuasan pelanggan;
e)
Keuntungan pelanggan.
3.
Ukuran
Dimensi Proses Internal:
a)
Biaya;
b)
Efisiensi;
c)
Kecepatan;
d)
Produktivitas;
e)
Penggunaan teknologi
komunikasi;
f)
Mutu
4.
Ukuran
Dimensi pertumbuhan dan Pembelajaran:
a)
Tingkat kemampuan;
b)
Motivasi kerja;
c)
Manajemen pengetahuan;
d)
Teknologi informasi;
e)
Tingkat kepuasan
F. Prinsip Penerapan Balance Scorcard
Selanjutnya dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton, mensyaratkan
dipegangnya lima prinsip utama berikut:
(1)
Menerjemahkan sistem
manajemen strategi berbasis balanced
scorecard ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang dapat
memahami
(2)
Menghubungkan dan
menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk memberikan arah dari
eksekutif kepada staf garis depan
(3)
membuat strategi merupakan
pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi setiap orang dalam implementasi
strategis
(4)
Membuat strategi suatu
proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi organisasi dan
(5)
Melaksanakan agenda
perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.
G.
Penerapan Balance
Scorecard di Institusi Pendidikan
Implementasi BSC dalam Pengelolaan
Perguruan Tinggi Dilihat dari Aspek Pembiayaan Pendidikan PTS dapat dipandang
sebagai suatu unit bisnis strategis (Strategic Busines Unit-SBU). Sebagai suatu
SBU, kinerja PTS seringkali dilihat dari ratio keuangan yang sering hanya
memberi perspektif hasil usaha saat ini. Ratio ini hanya memberi fokus pada
pencapaian hasil keuangan jangka pendek. Untuk pengkajian tentang hal ini diadopsi
suatu cara pengukuran kinerja majemen dari Balanced Scorecard (BSC), yang
penulis terjemahkan menjadi Pengukuran Keseimbangan Kinerja (PKK). Alat ukur
ini merupakan metoda penilaian kinerja unit usaha yang melengkapi ukuran
kinerja keuangan masa lampau dengan pemacu kinerja unit usaha di masa depan.
Dengan demikian, kinerja keuangan bukan menjadi satu-satunya alat ukur.
Di dalamnya terdapat berbagai macam
perspektif non-keuangan seperti kualitas dan kapabiltas sumberdaya manusia,
produktivitas proses penyelenggaraan, dan kepuasan atas pelayanan manajemen,
yang harus dikembangkan secara seimbang. Keseimbangan kinerja yang dimaksudkan
adalah keseimbangan diantara empat perspektif yang dikemukakan di atas. Kinerja
lebih terpusat ke orang, bila dalam penyelenggaraan pendidikan lebih memberikan
penekanan secara strategis kepada layanan sumberdaya manusia, seperti program
penambahan kuantitas dan kualitasnya, dan peningkatan komitmen dan dedikasi
melalui peningkatan kesejahteraan; dan peningkatan kualitas layanan kepada
mahasiswa, seperti dengan pemberian subsidi.
Dengan penekanan ke orang ini, secara
otomatis akan terabaikannya manajemen terhadap proses karena sumberdaya yang
dimiliki lebih terserap oleh layanan kepada sumberdaya manusia dan mahasiswa.
Demikian pula sebaliknya, bila kinerja proses lebih banyak mendapat penekanan,
seperti dilakukakannya efisiensi sumberdaya dan peningkatan financial return
akan berakibat terabaikannya layanan kepada sumberdaya manusia, seperti
penurunan kesejahteraan, dan layanan kepada mahasiswa, seperti meningkatnya
biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Kinerja lebih terpusat
ke internal manajemen, seperti lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi
sumberdaya, dan peningkatan layanan kepada sumberdaya manusia, seperti
peningkatan kesejahteraan akan berakibat terabaikannya kinerja layanan kepada
mahasiswa dan kinerrja kuangan.
Demikian pula sebaliknya, bila
kinerja terlalu diorientasikan kepada eksternal manajemen, seperti pemompaan
kinerja keuangan dan peningkatan layanan kepada mahasiswa akan mengakibatkan
faktor inernal manajemen terbaikan. Berdasarkan hal tersebut di atas, yang
menjadi alasan kenapa dilakukan pengadopsian BSC menjadi PKK adalah sebagai
berikut: 1. BSC tidak hanya memfokuskan pada ukuran keuangan semata, tapi juga
memperhatikan sejumlah ukuran yang terintegrasi mulai dari kualitas dan
kapabilitas sumber daya manusia; kualitas proses penyelenggaraan pendidikan,
kepuasan layanan untuk pencapaian kinerja keuangan dalam jangka panjang; dan 2.
BSC memberi gambaran operasi secara menyeluruh, sehingga perbaikan di satu
aspek tidak merugikan aspek lainnya. Dengan kata lain, BSC bukan merupakan
sekumpulan ukuran finansial dan non-finansial saja melainkan terkait pula
dengan peningkatan mutu sumber daya manusia, proses penyelenggeraan, dan
kepuasan atas pelayanan yang secara keseluruhan harus berdampak pada
peningkatan kinerja keuangan.