Sabtu, 17 Desember 2011

Bronkhopulmonal


oleh Suryadi Imran dan Zulfa Adawiya
1.            Anatomi dan fisiologi pernafasan
a.       Anatomi system pernafasan
1.               Saluran pernafasan bagian atas
Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari hidung, faring, laring, epiglotis yang berfungsi menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup.
a.       Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior ( saluran didalam rongga hidung ) memuat kelenjer basale dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara kerongga hidung dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembulu darah. Proses oksigenasi diawali dari sini yaitu pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh bulu – bulu yang ada dalam vestibulum ( bagian rongga hidung ), lalu dihangatkan sera dilembabkan.
b.      Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang melalui dinding dasar tengkorak, sampai dengan esophagus yang terletak dibelakang nasofaring ( dibelakang hidung ), dibelakang mulut ( orofaring ) dan dibelakang laring ( laringo faring ).
c.       Laring ( tenggorokan )
Merupakan saluran pernafasan setelah faring terdiri dari bagian tulang rawan, yang diikat bersama ligament dan membrane, yang terdiri atas dua lamina yang bersambung digaris tengah.
d.      Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring ketika orang sedang menelan.
2.      Saluran pernafasan bagian bawah
Saluran pernafasan bagian bawah yaitu trakea, tendon, bronchus, segmen bronkus, dan bronkiolus yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
a.       Trakea
Merupakan batang tenggorokan yang memiliki panjang kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira – kira setinggi vertebra thorakalis ke lima.trakea tersebut tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epithelium yang bersilia yang dapat mengeluarkan debu dan benda asing.
b.      Bronkhus
Bronkhus adalah bentuk percabangan atas kelanjutan trakea yang terdiri dari dua percabangan yaitu kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri, yang memiliki tiga lobus atas, tengah, bawah.sedangkan bronkhus kiri lebih panang berjalan lobus atas dan bawah kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan bronkhiolus.
3.         Paru
Merupakan organ utama system pernafasan. Letak paru didalam rongga thorak setinggi tulang selangka sampai dengan diagfragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang dilapisi pleura yaitu pleura parietalis dan fleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernafasan terdiri dari paru kanan, kiri dan tengah, dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
c.       Fisiologi system pernafasan
Merupakan proses pemenuhan kebutuhan oksigen ( pernafasan ) didalam tubuh terdapat 3 tahap yaitu :
1.      Ventilasi
Merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer kedalam alveoli / dari alveoli ke atmosfir, dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang mempengaruhi yaitu perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tekanan maka semakin rendah begitu juga sebaliknya. Hal ini mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi / kembang kempisnya, adanya jalan nafas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat mempengaruhi oleh system saraf otonom, terjadinya rangsangan simpatis yang dapat menyebabkan relaksasi sehingga terjadi vasodilatasi lalu kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan vasokontriksi / proses penyempitan, adanya reflek batuk dan muntah juga dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mucus yang sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat mengikat virus.pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians, recoil yaitu kemampuan paru berkembang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya surfakan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan torak / keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi terjadi peregangan sel alveoli. Surfaktan disekresi saat klien menarik nafas. Recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2/ kontraksi / penyempitan paru. Apabila compliance baik akan tetapi recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal.
Pusat pernafasan adalah medulla oblongatu dan ponspun dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernafasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHgdapat dengan baik merangsang pusat persarafan. 
2.      Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dalam kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat factor yang dapat mempengaruhinya diantaranya pertama adalah luas permukaan paru, kedua : tebal membran respirasi / permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial keduanya.ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan. Ketiga : perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi O2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam rongga alveoli dalam darah vena pulmonalis juga akan berdifusi kedalam alveoli. Keempat : afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3.      Transportasi gas
Merupakan transportasi darah O2 kapiler kejaringan tubuh dan O2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi O2 akan berikatan dengan Hb membentuk oksihemoglobin ( 97 % ) dan larut dalam plasma ( 3 % ) lalu transportasi CO 2 akan berikatan dengan Hb membantu karbomino hemoglobin ( 30 % ), dan larut dalam plasma ( 5 % )sehingga menjadi HCO3 berada dalam darah ( 65 % ).
2.            Definisi
Broncho Pneumonia adalah suatu peradangan pada paru – paru yang disebabkan oleh bermacam – macam seperti Bakteri, virus, jamur dan benda asing. ( Purnawan Junaidi, dkk : 1987 : 199 )
Broncho Pneumonia adalah peradangan akut parenkhim paru – paru yang biasa berasal nama Pneumonia atau Pneumonitis. ( Sylvia A.P / Lorraine M.W : 1984 : 560 )
Broncho Pneumonia sering juga disebut pneumonia lobular adalah suatu penyakit gagguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi dan orang tua yang disebabkan oleh Hemoklus Influinza, Carrier pneumokokus, Tuborkolosis. ( J.L.Burton : 1989 : 46 )
Broncho Pneumonia adalah peradangan pada parenkhim paru yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, benda asing ditandai dengan panas tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat, nafas dangkal, batuk kering, produktif. ( A. Aziz Alimul Hidayat : 2006 : 80 )
Broncho Pneumonia adalah penyakit yang didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari ditandai suhu naik mendadak sampai 39 - 40°c dan kadang disertai dengan kejang karena demam tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat, dangkal. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan sakit tapi setelah beberapa hari kemudian menjadi produktif. ( Ngastiyah : 2005 : 41 )  
2.      Etiologi
                           Etiologi dari Broncho pneumoniai dibagi dalam beberapa faktor :
a.       Bakteri
1.                     Diplococcus Pneumonia
2.   Pneumokcoccus
3.   Streptococcus Hemoliticus Aureus
4.   Haemophilus Influinza
5.   Basilus Friendlander ( klebsial Pneumonia )
6.   Mycobakterium Tuberculosis
b.      Virus
1.   Respiratory Syntical Virus
2.   Virus Influenza
3.   Virus Sitomegalik
c.       Jamur
1.   Citoplasma Capsulatum
2.   Criptococcus Nepromas
3.   Blastomices Dermatides
4.   Cocedirides Immitis
5.   Aspergillius Sp
6.   Canddinda Albicans
7.      Mycoplasma Pneumonia
8.      Aspirasi benda asing
d.      Daya tahan tubuh menurun misalnya akibat mal nutrisi energi protein, penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
3.      Patofisiologi
Broncho Pneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada diudara, masuk ke paru – paru melalui saluran pernafasan masuk ke bronkioli sehingga menimbulkan peradangan. Inflamasi pada bronkus ditandai dengan penumpukan sekret sehingga terjadi demam, batuk, ronchi positif dan mual. Bakteri yang masuk ke bronkioli dan alveoli menghasilkan cairan yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman Pneumococcus dapat meluas melalui  alveoli ke seluruh segmen/lobus. Timbul hepatisasi merah akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru – paru. Alveoli menjadi penuh dengan cairan edema sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah.
4.      Gambaran Klinis
Menurut Halim Danusantoso dalam buku saku ilmu penyakit paru menyebutkan gambaran klinis pada pasien Broncho Pneumonia dibagi dalam tiga fase yaitu :
a.       Stadium Prodromal
Pada mula keluhan penderita mengeluhkan demam, letergi, nyeri otot – otot, nafsu makan berkurang dan disertai batuk berdahak hanya sedikit atau sulit untuk dikeluarkan. Berlangsung selama kurang lebih seminggu. Pemeriksaan fisik biasanya ditemukan Ronki basah halus dibagian paru yang terserang.
b.      Stadium Hepatisasi
Keadaan penderita semakin parah dengan suhu tubuh tinggi 39°C atau lebih, menggigil, disertai dengan sesak nafas serta pernafasan cuping hidung, nyeri dada, batuk semakin parah dengn sputum hampir tidak ada sama sekali.
c.   Stadium Resolusi
Mulai penyembuhan panas mulai turun, batuk semakin longgar, dahak semakin mudah dikeluarkan, nyeri dada berangsur – angsur hilang. Pada pemeriksaan fisik kelainan berkurang. Kesembuhan sempurna akan dicapai pada minggu ke tiga.
Gambaran klinis menurut Cecily L.betz :
a.       Batuk
b.      Dispnea
c.       Takipnea
d.      Sianosis
e.       Melemahnya suara nafas
f.       Retraksi dinding dada
g.      Pernafasan cuping hidung
      Tanda dan gejala Bronko Pneumonia menurut Donna L.Wong dkk yaitu :
a.       Demam biasanya cukup tinggi.
b.      Batuk tidak produltif sampai produktif.
c.       Pernafasan cuping hidung.
d.      Pucat.
e.       Sianosis.
f.       Fhoto thorak adanya infiltrat.
g.      Prilaku sensitive, gelisah.
h.      Latergi.
5.      Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai dengan pemeriksaan penunjang. Diagnosis dan etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan serologi. ( Mansjoer : 2000 : 467 )
Pada stadium permulaan sulit untuk dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung dengan luasnya daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah halus atau sedang, Pernafasan cuping hidung.
Menurut Halim Danusantoso dalam buku saku ilmu penyakit paru menyebutkan tata cara dalam mendiagnosis penyakit pneumonia yaitu :
a.    Tentukan dahulu pnomonia atau bukan pneumonia dan jenis pneumonianya.
b.   Tentukan penyebabnya.
c.    Tentukan kualifikasi sistem imunitas penderita secara garis besar.
d.   Perhatikan anamnesis dan fisik diagnostik misalnya warna sputum, adanya serangan flu sebelum sakit dan lain – lain.
e.    Adanya riwayat penyakit sebelumnya.
6.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah menunjukkan tingginya leukosit bisa mencapai 20.000 sel/mm3. Pada pemeriksaan radiologis memberikan gambaran adanya bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, pemeriksaan sputum.(  Manjoer : 2000 : 467 )
Foto toraks pada Broncho Pneumonia terdapat bercak – bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus. Gambaran darah tepi menunjukkan bahwa leukosit dapat mencapai 15.000 – 40.000 /mm3. ( Ngastiyah : 2005 : 59 )
7.      Penatalaksanaan
a.       Medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi tetapi karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan :
1.      Penisilin 50.000 untuk / kgBB / hari, ditambah dengan kloranfenikol 50 – 70 mg /kgBB / hari diberikan sebagai antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
Tabel  I.
Pemilihan antibiotik berdasarkan etiologi
Mikroorganisme
Antibiotik
Steptococcus dan Stafilococcus
Penisilin  50.000 unit / hari iv atau penisilin prokain 600.000U/kali/hari im atau Ampisilin 100mg/kgBB/hari atau setfriakson 75 – 200 mg/kgBB/hari.
M. Pneumonia
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari atau derifatnya
H. Influenza, klebsiella, P. Aeruginosa
Kloranfenikol 100mg/kgBB/hari atau sefalosforin
Pengobatan diberikan selama 7 – 10 hari pada kasus tanpa komplikasi, pneumonia ringan tidak memerlukan perawatan dan diberikan antibioti oral golongan derifatnya / kotrimoksazol.
Sumber : Arief manjoer, 2000
Sedangkan Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa5 % dan Nacl 0.9 % dengan perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCL 10 mGq / 500 ml / botol infus.
Pasien ringan tidak perlu dirawat di rumah sakit.
b.      Keperawatan
Seringkali pasien pneumonia yang dirawat dirumah sakit datang sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernafasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah menjaga kelancaran pernafasan, kebutuhan istirahat, kebutuhan nutrisi / cairan, mangontrol suhu tubuh, mencegah komplikasi dan kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1.      Menjaga kelancaran pernafasan
Pasien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena radang paru – paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus / paru. Agar pasien dapat bernafas pasien diberikan O2 2 L/menit. Pada anak yang agak besar ( sudah mengerti ) berikan sikap baring setengah duduk, longgarkan pakaian, ajarkan batuk efektif bila adanya lendir.
Pada bayi baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjal dibawah bahunya. Buka pakaian ketat, isap lendirnya dan berikan O2 2 L/menit. Penghisapan lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendir didalam mulut, pada waktu akan memberi minum, mengubah sikap baring atau tindakan. Perhatikan dengan cermat pemberian infus perhatikan apakah infus lancar atau tidak.
2.      Kebutuhan istirahat
Usahakan keadaan tenang. Jangan menyuntik saat anak tidur.
3.      Kebutuhan nutrisi dan cairan
Hipertermia dan pemasukan cairan yang kurang dapat mengakibatkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi gunakan glukosa 5 % dan Nacl 0, 9 % dengan perbandingan 3 : 1 ditambah KCL mEq/500ml/botol infus. Apabila sesak berkurang pasien diberikan makanan lunak.
Pada bayi memberi ASI  bila pasien sesak jangan dengan cara menetekkan anak karena bisa menimbulkan sesak. ASI dipompa dan diberikan menggunakan sendok, tetapi apabila anak sudah bisa menghisap dan tidak sesak berikan dengan pelan – pelan. Berikan susu 1 botol 2 – 3 kali dengan istirahat ¼ jam karena jika tidak pasien akan kelelahan. Jika terpaksa memberikan susu personde juga harus dibagi 2 – 3 kali karena jika lambung mendadak penuh menyebabkan sesak nafas.
4.       Mengontrol suhu tubuh
Sewaktu – waktu dapat mengalami hiperpireksia untuk itu, suhu harus dikontrol setiap jam selain diberikan kompres hangat dan obat.
5.       Mencegah komplikasi / gangguan rasa aman dan nyaman
Komplikasi terjadi terutama disebabkan oleh lendir yang tidak dapat dikeluarkan sehingga terjadi etelaktasis atau bronkiektasis. Untuk menghindari mukus yang menetap maka sikap baring pasien terutama bayi harus diubah setiap 2 jam sekali dan penghisapan lendir sering dilakukan.setiap mengubah posisi dilakukan sambil menepuk punggung pasien jika lendirnya meleleh hisap.
6.       Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Penyuluhan ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit ialah dengan memberikan pengertian batuk, pilek, demam selama 2 hari tidak sembuh agar dibawa kepelayanan kesehatan. Pada bayi dan anak kecil umumnya lemah, misalnya baru sembuh dari penyakit diare atau anak sering batuk, pilek, jangan dibawa keluar pada malam hari atau dibiarkan bermain diluar jika udara tidak baik karena dapat menyebabkan pneumonia. Selain itu perlu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan agar anak tetap sehat.
A.    Tinjauan Kasus Secara Teoritis
Proses keperawatan merupakan tindakan berurutan dilaksanakan secara sistematis untuk menentukan masalah pasien dimulai pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. ( Hidayat ;2004 : 92 )
Asuhan keperawatan merupakan proses kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan pada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan menggunakan metode proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup dan wewenang serta tanggung jawab. ( Kusnanto ; 2003 : 59 )

1.      Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama atau dasar langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya yaitu kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi untuk menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang dibuat oleh karna itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan keperawatan pada pasien dapat diidentifikasi. ( Walid ; 2008 : 24 )
Pengkajian merupakan dasar utama atau dasar langkah awal dari proses keperawatan secara komprehensif dengan tujuan mengumpulkan data, mengelompokkan dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa. ( Gaffar; 1999 : 57 )
Pengkajian menurut ngastiyah ( 2005 ) yaitu pada tahap ini data harus benar – benar diperoleh secara akurat sehingga didapat data pasien secara pasti. Langkah pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data untuk diidentifikasi masalah kesehatan yang potensial dan akurat, analisa data dari semua sumber dan penemuan masalah kemudian dirumuskan diagnosa keperawatannya. pengkajiannya yaitu : biodata meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nama ayah ibu, dan lain – lain yang berguna untuk memberikan gambaran tentang identitas klien.
Pengkajian menurut Wong ( 2003 )  yaitu :
a.          Identifikasi faktor yang mempengaruhi tipe penyakit dan respon terhadap infeksi pernafasan akut misal : usia dan ukuran anak, kemampuan untuk mengatasi infeksi, kontak dengan anak yang terinfeksi, gangguan penyerta yang mempengaruhi saluran pernafasan.
b.         Bantu dengan prosedur diagnostik.
c.          Observasi adanya menifestasi klinis dari infeksi saluran pernafasan akut.
d.         Kaji status pernafasan.
a.          Pantau pernafasan untuk frekuensi, kedalaman, pola, adanya retraksi, pernafasan cuping hidung.
b.         Auskultasi paru.
c.          Observasi adanya atau tidaknya retraksi dan cuping hidung.
e.          Observasi adanya suara serak dan batuk.
f.          Observasi prilaku : gelisah, peka rangsangan, ketakutan.
g.         Observasi dispnea.
h.         Observasi adanya manifestasi klinis dari infeksi pernafasan.
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan yang aktual dan potensial. (Gaffar : 1999 : 60 ).
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Broncho Pneumonia ( Doenges ) :
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik ditandai dengan perubahan jumlah dan kedalaman nafas, suara nafas abnormal,pengunaan aksesori,   dispnea dan sianosis, batuk dengan atau tanpa sputum.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan  membran alveolar kapiler ( efek inflamasi ), gangguan pengiriman oksien, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan dispnea, sianosis, takikardi, perubahan kesadaran, hipoksia.
c.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, kelelahan karena gangguan pada pola tidur akibat ketidak nyamanan, batuk produktif, dan dispnea ditandai dengan kekuatan otot menurun, kelemahan fisik,  kelelahan, dispnea, takikardi, pucat, sianosis.
d.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada parenkim paru ditandai dengan sakit kepala, nyeri dada akibat batuk, menahan area yang nyeri, kelemahan.
e.       Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum  udara yang berhubungan dengan tertelannya udara selama priode dispnea.
f.       Resiko tinggi kurang cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan yang banyak ( demam, pernafasan mulut / hiperventilasi, dan vomiting ) penurunan intake oral.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit Bronko Pneumonia menurut Lynda Juall Carpenito :
a.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan oksigen untuk akifitas hidup sehari – hari.
b.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri.
c.       Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, dispnea, dan distensi abdomen.
d.      Resiko tinggi infektif  penatalaksanaan regimenterapautik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, transmisi infeksi, pencegahan kekembuhan, diet, tanda, dan gejala kekambuhan dan perawatan tindak lanjut.
3.  Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan dan siapa yang melakukan, menentukan apa yang dilakukan untuk membantu, pasien memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. (Gaffar: 1999 : 59 )
Perencanaa asuhan keperawatan ( Doenges ) :
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik.
Tujuan :
Jalan nafas bersih dan efektif.
Kriteria Hasil : secara verbal tidak ada keluhan sesak, suara nafas normal ( vasikuler ), sianosis tidak ada, batuk berkurang atau tidak ada, jumlah pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
1.         Kaji jumlah atau kedalaman pernafasan dan pergerakan dada.
2.         Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun atau tidak adanya aliran udara.
3.         Tinggikan kepala, sering ubah posisi.
4.         Bantu melaksanakan nafas dalam, demonstasikan atau bantu pasien belajar untuk batuk pada anak besar.
5.         Berikan cairan kurang lebih 2500 ml/hari dan air hangat.
6.         Kolaborasi  dalam pemberian obat dan oksigen.
Rasional :
1.      Melakukan evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan.
2.      Penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi dengan cairan. Suara nafas bronchial dapat, ronchi, dan terdengar pada saat inspirasi dan ekspirasi sebagai respon dari akumulasi cairan, sekresi kental.
3.      Membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi dan pengeluaran sekret.
4.      Pernafasan dalam akan memfasilitasi pengembangan maksimum paru atau saluran udara kecil. Batuk fasilitasi merupakan mekanisme pembersihan diri normal, dibantu silia untuk memelihara kepatenan saluran udara, menahan dada akan membantu mengurangi ketidak nyamanan dan posisi tegak lurus akan memberikan tekanan lebih besar untuk batuk.
5.      Obat membantu mobilisasi pengurangi sesak akan membantu memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler ditandai dengan dispnea, takikardi, penurunan kesadaran, hipoksia.
Tujuan :
Pertukaran gas kembali normal.
Kriteria Hasil : dispnea hilang atau berkurang, nadi normal.
Intervensi :
1.      Observasi  warna kulit, membrane mukosa, kuku serta mencata adanya sianosis perifer ( kuku ) / pucat.
2.      Kaji status mental.
3.      Monitor denyut nadi.
4.      Monitor suhu tubuh.
5.      Meninggikan kepala pasien.
6.      Kaji tingkat kecemasan.
7.      Observasi kondisi yang memburuk : hipotensi, sputum berdarah, pucat.
8.      Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional :
1.         Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi / respon terhadap demam.
2.         Kelemahan membuat mudah tersinggung dan samnolen dapat merefleksikan adanya hipoksemia.
3.         Takikardi biasanya timbul hasil demam.
4.         Demam tinggi meningkatkan kebutuhan metabolisme dan mengubah konsumsi oksigen selular.
5.         Mencegah terjadinya kelelahan.
6.         Meningkatkan inspirasi maksimal.
7.         Manifestasi psikologi terhadap respon hipoksia.
8.      Syok dan edema paru penyebab yang sering menimbulkan kematian.
9.      Pemberian terapi oksigen
10.  Memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan prosespenyakit dan memfasilitasi perubahan dan terapi oksigen.
c.   Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, kelelahan karena gangguan pada tidur akibat ketidak nyamanan batuk roduktif dan dispnea ditandai dengan kelelahan, lemah, dispnea, takipnea, pucat, sianosis.
Tujuan :
Aktifitas dapat terpenuhi
Kriteria Hasil : laporan secara verbal, kekuatan otot meningkat, tidak ada perasaan kelelahan, tidak ada sesak, denyut nadi dalam batas normal, tidak muncul sianosis.
Intervensi :
1.      Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas, catat dan laporkan adanya dispnea, peningkatan kelemahan, perubahan tanda vital selama aktivitas.
2.      Berikan lingkungan yang aman dan nyaman.
3.      Beri posisi senyaman mungkin.
4.      Bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari.
Rasional :
1.      Memberikan kamampuan kebutuhan pasien dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi selanjutnya.
2.      Mengurangi stres dan memberikan rasa nyaman.
3.      Agar memberikan kenyamanan.
4.      Meminimalkan kalelahan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada parenkhim paru retraksi seluler, batuk persisten ditandai dengan sakit kepala, nyeri otot, menahan area dada, prilaku distraksi dan kelemahan.
Tujuan :
Nyeri teratasi
Kriteria Hasil : laporan verbal nyeri teratasi, skala nyeri menurun, wajah rileks, beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
1.      Tentukan karakteristik nyeri, kedalaman, durasi.
2.      Ubah posisi.
3.      Kolaborasi dalam pemberian analgesik dan anti konfulsan atas indikasi.
Rasional :
1.      Mengetahui kedalaman nyeri untuk intervensi selanjutnya.
2.      Dapat meringankan ketidak nyamanan klien.
3.      Obat – obat digunakan untuk menekan batuk nonproduksi / paroksimal atau mereduksi mukus yang berlebihan dan meningkatkan kenyamanan secara umum.
e. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
Nutrisi seimbang.
Kriteria Hasil : pasien menunjukkan adanya nafsu makan, tidak adanya anoreksia, berat badan dalam keadaan stabil. 


Intervensi :
1.      Identifikasi penyebab mual atau muntah misalnya sputum yang berlebihan.
2.      Auskultasi bising usus
3.      Beri makan sedikit tapi sering
4.      Evaluasi status nutrisi secara umum kemudian membandingkan dengan berat badan normal.
Rasional :
1.      Untuk dapat memilih intervensi yang sesuai.
2.      Bising usus dapat berkurang atau tidak jika terjadi infeksi.
3.      Meningkatkan intake meskipun nafsu makan menurun kembali.
4.      Mengetahui seberapa besar penurunan nafsu makan.
f.    Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang banyak ( demam, pernafasan mulut, hivervintilasi, mual.
Tujuan :
Memdemonstrasikan keseimbangan cairan dengan tanda – tanda normal.
Kriteria Evaluasi : membran mukosa lembab, turgor baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
1.      Kaji perubahan tanda – tanda vital.
2.      Kaji turgor kulit dan kelembaban dari membran mukosa.
3.      Catat adanya mual muntah.
4.      Monitor intake dan output, catat warna urine.
5.      Berikan cairan kurang lebih 2500 ml / hari sesuai kebutuhan individu.
6.      Kolaborasi memberikan pengobatan atas indikasi, memberikan cairan tambahan melalui iv.
Rasional :
1.      Peningkatan temperatur, takikardi dapat mengidentifikasi adanya kurang cairan sistemik.
2.      Indikator keadekuatan volume cairan.
3.      Memberikan informasi keadekuatan volume cairan dan kebutuhan untuk penggantian.
4.      Mengmbalikan keadekuatan volume cairan.
5.      Mengurangi kekurangan cairan dan  kehilangan intake yang berlebihan.
  Perencanaan asuhan keperawatan menurut Kathleen Morgan Speer   ( 2008 ) yaitu :
a.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan terkumpulnya eksudasi dan meningkatnya produksi mukus.
Tujuan :
Pertukaran gas kembali normal.
Kriteria Hasil : kemudahan bernafas, warna kulit normal, berkurangnya kegelisahan.

Intervensi :
1.      Atur posisi yang dapat meningkatkan kenyamanan anak.
2.      Ciptakan lingkungan yang dingin dan lembab, melalui penggunaan oksigen sungkup wajah, oksigen sungkup kepala, oksigen tenda.
3.      Beri oksigen dengan menggunakan sungkup wajah, kepala, atau tenda.
4.      Dorong anak melakukan latihan batuk dan nafas dalam setiap 2 jam sekali.
5.      Lakukan penghisapan lendir bila perlu siapkan peralatan penghisapan lendir didekat tempat tidur anak.
6.      Lakukan fisioterapi dada setiap 4 jam / sesuai petunjuk.
7.      Kaji status pernafasan anak untuk menandai dispnea, takipnea, ronchi dan sianosis.
8.      Anjurkan pemberian asupan cairan peroral jika tidak dikontra indikasikan.
9.      Berikan priode istirahat sesering mungkin.
10.  Ubah posisi anak 1 sampai 2 jam.
Rasional :
1.      Memberikan posisi yang nyaman membuat anak mudah bernafas.
2.      Udara dingin yang melembabkan membantu mengencerkan lendir.
3.      Oksigen mengurangi kegelisahan.
4.      Batuk membantu mengeluarkan lendir, tarik nafas dalam meningkatkan ekspansi paru.
5.      Penghisapan lendir disarankan untuk mempertahankan saluran nafas yang bebas terutama jika anak batuk.
6.      Fisioterapi dada membantu dalam menghilangkan eksudat dan lendir.
7.      Tanda ini dapat mengidentifikasi bahwa kondisi anak memburuk.
8.      Cairan umumnya mengencerkan lendir.
9.      Istirahat dapat menyimpan energi yang diperlukan untuk melakukan infeksi.
10.  Perubahan posisi baring secara teratur membantu    memobilisasi pengeluaran cairan.
b.      Hipertermia berhubungan dengan infeksi
Tujuan :
Suhu tubuh kembali normal.
Intervensi :
1.   Pertahankan lingkungan dingin
2.   Berikan antipiretik
3.   Berikan antipiretik ( asetaminofen / ibu profen, jangan aspirasi ) sesuai petunjuk.
4.   Pantau suhu tubuh anak setiap 1 – 2 jam waspadai kenaikan suhu secara tiba – tiba.
5.   Ambil sediaan sputum membantu mengidentifikasi penyebab.
6.   Beri obat anti mikroba sesuai petunjuk.
7.   Berikan kompres basah dengan suhu 37 °C.

Rasional :
1.      Lingkungan yang dingin dapat menurunkan suhu
2.      Pemberian antipiretik mengurangi demam secara eklusif.
3.      Peningkatan suhu tubuh secara tiba – tiba dapat menimbulkan kejang.
4.      Sediaan sputum membantu mengidentifikasi penyebab.
5.      Daya obat anti bikroba menyerang organisme penyebab.
6.      Kompres basah akan mendinginkan permukaan tubuh dengan cara konduksi.
c.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi.
Tujuan :
Kesulitan bernafas hilang.
Kriteria Hasil : pola nafas normal.
Intervensi :
1.      Auskultasi paru terhadap tanda peningkatan, pembengkakan jalan nafas, kemungkinan obstruksi, termasuk dispnea, takipnea.
2.      Hindari stimulasi langsung pada saluran pernafasan karena kateter penghisap
3.      Beri kebebasan pada anak untuk mengambil posisi yang menyenangkan, namun bukan horizontal.
4.      Pantau status pernafasan dan tanda vital secara terus menerus hingga jalan udara dijamin bebas.tempatkan peralatan intubasi gawat darurat disamping tempat tidur. 

Rasional :
1.      Lebih awal mengenal tanda itu sangat perlu karena pembengkakan biasanya berkembang dengan cepat dan dapat membawa kefatalan.
2.      Berbagai manipulasi yang ditujukan pada jaringan nafas dapat menyebabkan spasme laring dan pembengkakan kemungkinan peningkatan obstruksi komplit.
3.      Posisi horizontal dapat menyebabkan jaringan tubuh memburuk secara cepat, kemungkinan meningkatkan obstruksi komplet.
4.      Pemantauan secara terus menerus diharuskan sebab peningkatan edema dapat menyebabkan obstruksi komplet kapanpun dan memerlukan intubasi yang sifatnya gawat darurat.
d.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.
Tujuan :
Asupan nutrisi pada anak meningkat.
Kriteria Hasil : makan sedikitnya menghabiskan 80% porsi sediaan.
Intervensi :
1.      Pertahankan diet tinggi protein, tinggi kalori pada anak.
2.      Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering dan makanan yang disukai.
3.      Hindari susu cair yang sangat kental.


Rasional :
1.      Anak membutuhkan diet tinggi kalori dan protein untuk memenuhi kebutuhan energi.
2.      Mengurangi mual
3.      Susu cair dan kental dapat akan mengentalkan lendir.
e.       Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan kemampuan memberikan dukungan pada anak dan menjelaskan kondisi anak.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Kriteria Hasil : orang tua tidak bertanya terus menerus kondisi anak.
Intervensi :
1.   Kaji pemahaman orang tua kondisi anak dan pemahaman        pengobatan.
2.   Pastikan orang tua menemani anak selama rawat inap di rumah sakit.
3.   Jelaskan prosedur pada orang tua dan anak.
4.   Berikan dukungan dari sisi emosional pada orang tua selama   anak dirawat inap dirumah sakit.
Rasional :
1.       Pengkajian memberikan dasar kapan harus memulai   pendidikan.
2.      Membiarkan orang tua untuk memahami anak akan memberikan dukungan pada anak.
3.      Memberikan penjelasan sebelum dan selama dirawat dirumah sakit akan meningkatkan segala kesalah pahaman sehingga akan mengurangi kecemasan.
3.      Implementasi
Menurut La Ode Jomadi Gaffar, S.Kep ( 1999 ) implementasi merupakan pelaksanaan intervensi oleh perawat kepada pasien.hal – hal yang harus diperhatikan adalah : validasi, penguasaan keterampilan interversonal, intelektual dan tehnikal dilakukan dengan cermat dan efisiensi pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dilakukan pendokumentasikan keperawatan berupa pencatat dan pelaporan.
4.      Evaluasi 
Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan atau evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan mencakup keakuratan, kelengkapan, kualitas data teratasi atau tidak masalah klien serta percapaian tujuan serta ketepatan intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

Bezz, Cecylia L, Sowden, Linda A,  Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, EGC : Jakarta, 2002.

Carpenito L J, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC : Jakarta, 1999.
Danusantoso, Halim,Dr. Sp. P,.Fccp. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates : Jakarta,  2000.

E. Doenges, Marlyn, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta : 2000
Gaffar L.O.J, Pengantar Keperawatan Profesional, EGC : Jakarta, 1999.
Hidayat, A.A.A, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Buku 2, Salemba Medika : Jakarta, 2006.
Hidayat, A.A.A, Konsep Dasar Keperawatan,  Salemba Medika : Jakarta, 2004.


J. L. Burton, Ilmu Penyakit Dalam Pemula,  EGC : Jakarta.
Kusnanto, S.Kp.M.Kes, Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional, EGC : Jakarta, 2003.

Meadon, Roy, Newell, Simon, Pediatrika, Erlangga : Jakarta, 2003.
Ngastiyah,  perawatan anak sakit, edisi 2, EGC : Jakarta 2005.
Somantri, Irman, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Salemba Medika : Jakarta, 2008.

Speer, Kathien Morgan, Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, EGC : Jakarta, 2008

Wong, Donna. L, Eatok, M.H, Wilson, Davit, Marilyn, Winkelstein, Schworts, Patricia, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2, EGC : Jakarta, 2009